Cari Blog Ini

Kamis, 21 Juni 2012

perbandingan aliran filsfat positivisme dan empirisme

Positivisme
Positivisme berasal dari kata “positif”, yang artinya dengan factual, yaitu apa yang berdasarkan fakta-fakta. Menurut positivisme, pengetahuan tidak boleh melebihi fakta. Positivisme hanya menyelidiki fakta-fakta dan hubungan yang terdapat antara fakta-fakta. Positivisme berkaitan erat dengan apa yang dicita-citakan oleh empirisme. Hanya saja, positivisme mengandalkan fakta-fakta belaka bukan berdasarkan pengalaman, seperti empirisme. Tokoh aliran positivisme, antara lain: Auguste Comte (1798-1857).
Empirisme
Empirisme berasal dari kata Yunani yaitu emperia yang berarti pengalaman inderawi. Oleh karena itu, empirisme dinisbatkan kepada paham yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengenalanan dan yang dimaksudkan dengannya adalah baik pengalaman lahiriah yang menyangkut dunia maupun pengalaman batiniah yang menyangkut pribadi manusia. Pada dasarnya empirisme sangat bertentangan dengan Rasionalisme. Rasionalisme mengatakan bahwa pengenalan yang sejati berasal dari rasio, sehingga pengenalan inderawi merupakan suatu bentuk pengenalan yang kabur. Sebaliknya empirisme berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman sehingga pengenalan inderawi merupakan pengenalan yang paling jelas dan sempurna.
Tokoh-tokoh aliran empirisme, antara lain: Francis Bacon (1210 -1292), Thomas Hobbes ( 1588 -1679), John Locke ( 1632 -1704), George Berkeley ( 1665 -1753), David Hume ( 1711 -1776), dan Roger Bacon ( 1214 -1294).

perbandingan aliran filsafat positivisme dan materialisme

  1. A.  Filsafat Positivisme
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris. Sesungguhnya aliran ini menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh pengetahuan (seperti yang diusung oleh kaum idealisme khususnya idealisme Jerman Klasik).
Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan. Terdapat tiga tahap dalam perkembangan positivisme, yaitu:
  1. Tempat utama dalam positivisme pertama diberikan pada Sosiologi, walaupun perhatiannya juga diberikan pada teori pengetahuan yang diungkapkan oleh Comte dan tentang Logika yang dikemukakan oleh Mill. Tokoh-tokohnya Auguste Comte, E. Littre, P. Laffitte, JS. Mill dan Spencer.
  2. Munculnya tahap kedua dalam positivisme – empirio-positivisme – berawal pada tahun 1870-1890-an dan berpautan dengan Mach dan Avenarius. Keduanya meninggalkan pengetahuan formal tentang obyek-obyek nyata obyektif, yang merupakan suatu ciri positivisme awal. Dalam Machisme, masalah-masalah pengenalan ditafsirkan dari sudut pandang psikologisme ekstrim, yang bergabung dengan subyektivisme.
  3. Perkembangan positivisme tahap terakhir berkaitan dengan lingkaran Wina dengan tokoh-tokohnya O.Neurath, Carnap, Schlick, Frank, dan lain-lain. Serta kelompok yang turut berpengaruh pada perkembangan tahap ketiga ini adalah Masyarakat Filsafat Ilmiah Berlin. Kedua kelompok ini menggabungkan sejumlah aliran seperti atomisme logis, positivisme logis, serta semantika. Pokok bahasan positivisme tahap ketiga ini diantaranya tentang bahasa, logika simbolis, struktur penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
Dalam perkembangannya, positivisme mengalami perombakan dibeberapa sisi, hingga munculah aliran pemikiran yang bernama Positivisme Logis yang tentunya di pelopori oleh tokoh-tokoh yang berasal dari Lingkaran Wina.
Positivisme logis adalah aliran pemikiran dalam filsafat yang membatasi pikirannya pada segala hal yang dapat dibuktikan dengan pengamatan atau pada analisis definisi dan relasi antara istilah-istilah. Fungsi analisis ini mengurangi metafisika dan meneliti struktur logis pengetahuan ilmiah. Tujuan dari pembahasan ini adalah menentukan isi konsep-konsep dan pernyataan-pernyataan ilmiah yang dapat diverifikasi secara empiris.
Tujuan akhir dari penelitian yang dilakukan pada positivisme logis ini adalah untuk mengorganisasikan kembali pengetahuan ilmiah di dalam suatu sistem yang dikenal dengan ”kesatuan ilmu” yang juga akan menghilangkan perbedaan-perbedaan antara ilmu-ilmu yang terpisah. Logika dan matematika dianggap sebagai ilmu-ilmu formal.
Positivisme berusaha menjelaskan pengetahuan ilmiah berkenaan dengan tiga komponen yaitu bahasa teoritis, bahasa observasional dan kaidah-kaidah korespondensi yang mengakaitkan keduanya. Tekanan positivistik menggarisbawahi penegasannya bahwa hanya bahasa observasional yang menyatakan informasi faktual, sementara pernyataan-pernyataan dalam bahasa teoritis tidak mempunyai arti faktual sampai pernyataan-pernyataan itu diterjemahkan ke dalam bahasa observasional dengan kaidah-kaidah korespondensi.
Auguste Comte dan Positivisme
Comte adalah tokoh aliran positivisme yang paling terkenal. Kamu positivis percaya bahwa masyarakat merupakan bagian dari alam dimana metode-metode penelitian empiris dapat dipergunakan untuk menemukan hukum-hukum sosial kemasyarakatan. Aliran ini tentunya mendapat pengaruh dari kaum empiris dan mereka sangat optimis dengan kemajuan dari revolusi Perancis.
Comte menuangkan gagasan positivisnya dalam bukunya the Course of Positivie Philosoph, yang merupakan sebuah ensiklopedi mengenai evolusi filosofis dari semua ilmu dan merupakan suatu pernyataan yang sistematis yang semuanya itu tewujud dalam tahap akhir perkembangan. Perkembangan ini diletakkan dalam hubungan statika dan dinamika, dimana statika yang dimaksud adalah kaitan organis antara gejala-gejala ( diinspirasi dari de Bonald), sedangkan dinamika adalah urutan gejala-gejala (diinspirasi dari filsafat sehjarah Condorcet).
Bagi Comte untuk menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang kepastiannya tidak dapat digugat. Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu :
  1. Metode ini diarahkan pada fakta-fakta.
  2. Metode ini diarahkan pada perbaikan terus meneurs dari syarat-syarat hidup
  3. Metode ini berusaha ke arah kepastian
  4. Metode ini berusaha ke arah kecermatan.
Comte-pun mengatakan bahwa perkembangan manusia berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, tahap teologis, kedua, tahap metafisik, ketiga, tahap positif.
  1. Tahap Teologis
Pada tahap teologis ini, manusia percaya bahwa dibelakang gejala-gejala alam terdapat kuasa-kuasa adikodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut. Kuasa-kuasa ini dianggap sebagai makhluk yang memiliki rasio dan kehendak seperti manusia. Tetapi orang percaya bahwa mereka berada pada tingkatan lebih tinggi dari pada makhluk-makhluk selain insani.
Pada taraf pemikiran ini terdapat lagi tiga tahap. Pertama, tahap yang paling bersahaja atau primitif, dimana orang menganggap bahwa segala benda berjiwa (animisme). Kedua, tahap ketika orang menurunkan kelompok hal-hal tertentu, dimana seluruhnya diturunkan dari suatu kekuatan adikodrati yang melatarbelakanginya sedemikian rupa hingga tiap tahapan gejala-gejala memiliki dewa sendiri-sendiri (polytheisme). Gejala-gejala “suci” dapat disebut “dewa-dewa”, dan “dewa-dewa” ini dapat diatur dalam suatu sistem, sehingga menjadi politeisme dengan spesialisasi. Ada dewa api, dewa lautan, dewa angin, dan seterusnya. Ketiga, adalah tahapan tertinggi, dimana pada tahap ini orang mengganti dewa yang bermacam-macam itu dengan satu tokoh tertinggi (esa), yaitu dalam monotheisme.
Singkatnya, pada tahap ini manusia mengarahkan pandangannya kepada hakekat yang batiniah (sebab pertama). Di sini, manusia percaya kepada kemungkinan adanya sesuatu yang mutlak. Artinya, di balik setiap kejadian tersirat adanya maksud tertentu.
  1. Tahap Metafisik
Tahap ini bisa juga disebut sebagai tahap transisi dari pemikiran Comte. Tahapan ini sebenarnya hanya merupakan varian dari cara berpikir teologis, karena di dalam tahap ini dewa-dewa hanya diganti dengan kekuatan-kekuatan abstrak, dengan pengertian atau dengan benda-benda lahiriah, yang kemudian dipersatukan dalam sesuatu yang bersifat umum, yang disebut dengan alam. Terjemahan metafisis dari monoteisme itu misalnya terdapat dalam pendapat bahwa semua kekuatan kosmis dapat disimpulkan dalam konsep “alam”, sebagai asal mula semua gejala.
  1. Tahap Positif
Pada tahap positif, orang tahu bahwa tiada gunanya lagi untuk berusaha mencapai pengenalan atau pengetahuan yang mutlak, baik pengenalan teologis maupun metafisik. Ia tidak lagi mau mencari asal dan tujuan terakhir seluruh alam semesta ini, atau melacak hakekat yang sejati dari “segala sesuatu” yang berada di belakang segala sesuatu. Sekarang orang berusaha menemukan hukum-hukum kesamaan dan urutan yang terdapat pada fakta-fakta yang disajikan kepadanya, yaitu dengan “pengamatan” dan dengan “memakai akalnya”. Pada tahap ini pengertian “menerangkan” berarti fakta-fakta yang khusus dihubungkan dengan suatu fakta umum. Dengan demikian, tujuan tertinggi dari tahap positif ini adalah menyusun dan dan mengatur segala gejala di bawah satu fakta yang umum.
Bagi comte, ketiga tahapan tersebut tidak hanya berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat manusia, tetapi juga berlaku bagi di bidang ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, comte menerangkan bahwa segala ilmu pengetahuan semula dikuasai oleh pengertian-pengertian teologis, sesudah itu dikacaukan dengan pemikiran metafisis dan akhirnya dipengaruhi hukum positif. Jelasnya, ketiga tahapan perkembangan umat manusia itu tidak saja berlaku bagi suatu bangsa atau suku tertentu, akan tetapi juga individu dan ilmu pengetahuan.
Meskipun seluruh ilmu pengetahuan tersebut dalam perkembangannya melalui ketiga macam tahapan tersebut, namun bukan berarti dalam waktu yang bersamaan. Hal demikian dikarenakan segalanya tergantung pada kompleksitas susunan suatu bidang ilmu pengetahuan. Semakin kompleks susunan suatu bidang ilmu pengetahuan tertentu, maka semakin lambat mencapai tahap ketiga.
Lebih jauh Comte berpendapat bahwa pengetahuan positif merupakan puncak pengetahuan manusia yang disebutnya sebagai pengetahuan ilmiah. Di sini, ilmu pengetahuan dapat dikatakan bersifat positif apabila ilmu pengetahuan tersebut memusatkan perhatian pada gejala-gejala yang nyata dan kongrit. Dengan demikian, maka ada kemungkinan untuk memberikan penilaian terhadap berbagai cabang ilmu pengetahuan dengan jalan mengukur isinya yang positif, serta sampai sejauh mana ilmu pengetahuan tersebut dapat mengungkapkan kebenaran yang positif. Sesuai dengan pandangan tersebut kebenaran metafisik yang diperoleh dalam metafisika ditolak, karena kebenarannya sulit dibuktikan dalam kenyataan.
Demikianlah pandangan Auguste Comte tentang hukum tiga tahapnya, yang pada intinya menyatakan bahwa pemikiran tiap manusia, tiap ilmu dan suku bangsa melalui 3 tahap, yaitu teologis, metafisis dan positif ilmiah.  Dalam hal ini Auguste Comte memberikan analog; manusia muda atau suku-suku primitif pada tahap teologis sehingga dibutuhkan figur dewa-dewa untuk “menerangkan” kenyataan.  Meningkat remaja dan mulai dewasa dipakai prinsip-prinsip abstrak dan metafisis.  Pada tahap dewasa dan matang digunakan metode-metode positif dan ilmiah.
  1. B.  Filsafat Materialisme
Materialisme adalah salah satu paham filsafat yang banyak dianut oleh para filosof, seperti Demokritus, Thales, Anaximanoros dan Horaklitos. Paham ini menganggap bahwa materi berada di atas segala-galanya dan biasanya paham ini dihubung-hubungkan dengan teori atomistik yang berpendapat bahwa benda-benda tersusun dari sejumlah unsur. Ketika paham ini pertama muncul, paham tersebut tidak mendapat banyak perhatian karena banyak ahli filsafat yang menganggap bahwa paham ini aneh dan mustahil. Namun pada sekitar abad 19 paham materialisme ini tumbuh subur di Barat karena sudah banyak para filosof yang menganut paham tersebut. Walaupun teori sudah banyak dianut para filosof, teori ini masih banyak ditentang oleh para tokoh agama karena paham ini dianggap tidak mengakui adanya Tuhan dan dianggap tidak dapat melukiskan kenyataan.
Pengertian dan Beberapa Ajaran Materialisme
Materialisme seringkali diartikan sebagai suatu aliran filsafat yang meyakini bahwa tidak ada sesuatu selain materi yang sedang bergerak. Pikiran, roh, kesadaran dan jiwa tidak lain hanyalah materi yang sedang bergerak. Menurut mereka, pikiran memang ada tetapi tak lain disebabkan dan sangat tergantung pada perubahan-perubahan material. Intinya, mereka menganggap bahwa materi berada di atas segala-galanya.
Beberapa pendapat mereka yang lain adalah:
  1. Tidak ada sesuatu yang bersifat non-material separti roh, hantu, setan, malaikat. Pelaku-pelaku immaterial tidak ada.
  2. Tidak ada Tuhan atau dunia adikodrati (supranatural). Realitas satu-satunya adalah materi dan segala sesuatu merupakan manifestasi aktivitas materi.
  3.  Setiap peristiwa mempunyai sebab material, dan penjelasan material tentang semua itu merupakan satu-satunya penjelasan yang tepat.
  4.  Materi dan aktivitasnya bersifat abadi. Tidak ada Sebab Pertama atau Penggerak Pertama.
  5. Bentuk material dari barang-barang dapat diubah, tapi materi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan.
  6. Tidak ada kehidupan yang kekal. Semua gejala berubah, akhirnya melampaui eksistensi yang kembali lagi ke dasar material primordial, abadi dalam suatu peralih-wujudan kembali yang abadi dari materi.
Sejarah Perkembangan Materialisme
Pada awalnya, materialisme tidak mendapat banyak perhatian karena dianggap aneh dan mustahil. Baru pada abad pertengahan abad 19, materialisme tumbuh subur sekali di Barat. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan tersebut antara lain:
  1. Orang dengan paham materialisme mempunyai harapan-harapan yang besar atas ilmu pengetahuan.
  2. Paham materialisme berpegang pada kenyataan-kenyataan yang mudah dimengerti, bukan pada dalil-dalil abstrak.
  3. Teori-teorinya jelas berdasarkan teori-teori pengetahuan yang sudah umum.
Namun, paham materialisme banyak ditentang oleh para tokoh agama karena terang-terangan tidak mengakui Tuhan. Seorang anti-materialisme bernama Friedrich Paulsen berkata “Kalau materialisme itu benar, maka segala sesuatu di dunia ini akan dapat diterangkan, termasuk bagaimana atom membentuk teori materialisme itu sendiri yaitu dapat berfikir dan berfilfasaf”. tenyata hal itu sama sekali tak dapat diterangkan oleh kaum materialisme.
Kaum materialisme menyangkal adanya jiwa atau roh, mereka menganggapnya hanya sebagai pancaran materi. Thomas Hobbes (1588-1679), seorang ahli pikir Inggris beralasan bahwa seperti perjalanan yang tidak lepas dari orang yang berjalan, demikian juga gagasan, sebagai sesuatu yang bersifat rohani juga tidak lepas dari organisme yang berpikir, yang mempunyai gagasan. Materialisme pada abad 18 dan 19 seringkali sangat bersifat mekanistis, seperti pernah diutarakan oleh Holbach (1723-1789) bahwa segi manusia yang tidak kelihatan disebut jiwa, sedangkan segi alam yang tidak kelihatan disebut Tuhan.
Materialisme Dialektika
Di negara-negara komunis, materialisme dialektika merupakan filsafat resmi negara, disingkat menjadi “ diamat ” (dialektika materialisme). Secara singkat, dialektika beranggapan bahwa segala perubahan yang terjadi di alam semesta adalah akibat dari konflik persaingan dan kepentingan pribadi antar kekuatan yang saling bertentangan.
Ahli-ahli pikir yang meletakkan dasar bagi sistem ini adalah Karl Marx (1818-1883) dan Friederich Engels (1820-1895), sedangkan W.E. Lenin mengembangkannya lebih lanjut. Marx dan Engels menggunakan dialektika untuk menjelaskan keseluruhan sejarah dunia. Marx menyatakan bahwa sejarah kemanusiaan senantiasa didasarkan pada konflik, yang terutama antara kaum buruh (proletar) dan masyarakat kelas atas (borjuis). Ia meramalkan bahwa kaum buruh pada akhirnya akan menyadari bahwa harapan satu-satunya untuk mereka adalah bersatu dan melakukan revolusi. Sebelum Marx juga telah ada seorang perintis benama Tschernyschewski (+1889). Sarjana ini melawan dualisme jiwa-badan dengan berpendapat bahwa manusia dapat diterangkan secara tuntas dengan bantuan ilmu kimia dan fisiologi. Yang dianggap sebagai rohani sebenarnya adalah sifat keteraturan dalam organisme yang memberikan reaksi.
Tschernyschewski juga mempengaruhi gurunya Ivan Pavlov (1845-1936). Pavlov melakukan serangkaian eksperimen terhadap anjing yang dibiasakan untuk diberi makanan sambil dibunyikan bel. Anjing tersebut mengeluarkan air liur. Lama-kelamaan, anjing tersebut berliur hanya karena mendengar bel tanpa ada makanan. Pavlov menyebut refleks ini (berliur karena mendengar bel) sebagai refleks bersyarat. Dari sini Pavlov berpendapat bahwa seluruh proses belajar hewani dapat diterangkan lewat refleks-refleks bersyarat.
Marx, Engels dan Lenin juga mengakui bahwa alam rohani mempunyai sifat-sifat khas, tetapi secara dialektika ini tergantung kepada materi. Faham materialisme kuno menjadikan mesin sebagai ukuran untuk menerangkan alam, kehidupan hewani dan manusia. Pendekatan ini tentu tidak memadai karena dunia hendaknya dipandang sebagai suatu proses yang dinamis.
Dalam dialektika alam raya, perkembangan dan penjumlahan kwantitatif pada suatu ketika berbalik secara dialektik dan terjadi suatu perubahan kwantitatif. Lompatan kwantitatif dari energi menjadi unsur kimia. Terus menjadi zat hidup terus lagi menjadi roh merupakan tahap-tahap dialektika dalam alam kebendaan yang dinamis. Tak ada materi tanpa gerak dan dalam perkembangan ini segala sesuatu saling bertalian, tak ada satu gejala yang dapat dimengerti lepas dari gejala-gejala lainnya (lewat abstraksi-abstraksi kita hanya membuat momen-momen saja). Demikianlah teori Hegel diputar dan ditegakkan secara dialektika. Bukan materi yang merupakan hasil dari roh yang berkembang secara dialektika melainkan sebaliknya.
Hegel mengambarkan bagaiman roh mengasingkan diri dari dirinya sendiri karena dalam kenyataan semakin menjadi lahiriah. Hal ini terutama ditampilkannya dalam konsep tentang materi. Menurut Marx pun terjadi semacam pengasingan. Pengasingan itu tak lain adalah kesadaran manusia yang menyatakan diri lewat kerja sama sosial di dalam obyek yakni produk. Produk itulah kesadaran sosial yang terasing terhadap dirinya sendiri. Jadi pengasingan ini niscaya tetapi setiap kali harus dinetralisir lagi dengan menyadarinya. Kesadaran manusia ditentukan oleh keadaan sosialnya dan proses penyadaran diri itu tidak berarti bahwa manusia mengotak-atik hal-hal rohani seperti Hegel melainkan bahwa ia berbuat sesuatu, terdorong oleh kesadaran sosial menuju hari depan.
Ide-ide, menurut Marx tak lain adalah terjemahan barang-barang material yang mengendap dalam kepala manusia. Dan ideologi-ideologi merupakan pengelompokan ide-ide. Ideologi-ideologi selalu bersifat konservatif, ingin mempertahankan konstelasi sosial tertentu (feodalime, kapitalisme) dengan menyelimuti kenyataan sosial atau mempercantiknya (misalnya dalam faham idealisme hal ini terjadi dengan bantuan filsafat. Bandingkan juga “agama merupakan candu bagi masyarakat”). Hanya materialisme dialektikalah yang merupakan suatu ideologi progresif yang mengungkapkan praxis sosial secara murni dan yang sebaliknya juga merangsang kemajuan sosial.
Dari sini dapat kita simpulkan bahwa materialisme dialektika berlawanan dengan materialisme kuno yang justru ingin mengakui subyek yang aktif, manusia dijadikan kunci memahami alam raya dan materi. Gambaran dialektika mengenai materi dan evolusi kehidupan yang baru dapat dimengerti dari titik akhir evolusi itu ialah dorongan sosial menuju negara sosialis yang mereka anggap membahagiakan. Materialisme dialektika ini ternyata memperlihatkan kekurangan khususnya dalam tulisan Lenin dan Stalin karena kesadaran dilukiskan sebagai pencerminan terhadap alam kebendaan. Marx dalam tulisan-tulisan awal menunjukkan hal lain justru karena demikian menghargai kehidupan sosial serta memberikan peranan aktif kepada kesadaran dan idelogi. Maka ia menyimpulkan bahwa kesadaran itu biarpun tidak boleh ditafsirkan secara idealistis dan lepas dari kehidupan sosial, namun tidak lebih rendah dari materi atau tergantung pada materi.


                                                                         daftar pustaka

diakses:   http://bengkelimprovisasi.wordpress.com/2011/06/24/filsafat-positivisme-dan-materialisme/

Selasa, 29 November 2011

PENGERTIAN ILMU TAUHID , ILMU KALAM, ILMU USHULUDDIN, ILMU AQOID, DAN ILMU TEOLOGI ISLAM

A.      ILMU TAUHID
Adalah aqidah. Aqidah berarti keyakinan. Keyakinan bahwa Allah itu Maha Esa. Aqoid juga berarti sebuah ikatan yang kuat antara manusia sebagai makhluk dengan Allah sebagai Khaliq. Ikatan yang kuat antara sesama manusia dalam satu keyakinan. Satu tauhid dan tauhid yang satu.
Tujuan ilmu tauhid adalah mengesakan Allah, ilmu kalam juga dinamakan dengan ilmu tauhid, karena secara pokok sama-sama menetapkan keesaan Allah dalam zat dan perbuatan-Nya dalam menjadikan alam semesta hanya Allah lah menjadi tempat tujuan terakhir alam ini.

B.      ILMU KALAM
Secara hafiah kalam berarti perkataan. Sedangkan ilmu kalam sendiri dapat dipahamu sebagai satu kajian ilmiah yang berupaya untuk memahami keyakinan-keyakinan keagamaan dengan didasarkan pada argumentasi yang kokoh. Al-iji pernah mengidentifikasi beberapa sebab yang mungkin menjadi alasan penamaan disiplin keilmuan ini dengan istilah ilmu kalam, yaitu : (1) ilmu kalam sebagai oposisi bagi logika di kalangan filsuf; (2) diambil dari judul bab-bab dalam buku dengan pembahasan terkait yang umumnya diawali dengan perkataan “al-kalam fi…” (atau : pembahasan tentang …); dan (3)dinisbatkan kepada para isu paling populer dalam perdebatan kaum mutakallim (ahli kalam), yaitu tentang kalam Allah. Menurut al-Farabi, ilmu ini dapat berguna untuk mempertahankan atau menguatkan penjelasan tentang akidah dan pemahaman keagamaan islam dari serangan lawan-lawannya melalui penalaran rasional. Tetapi patut dicatat bahwa ilmu kalam yang berkembang dalam Islam ini, sekalipun dalam pembahasannya banyak mempergunakan argumen-argumen rasional, umumnya tetap tunduk kepada wahyu. Perbedaan yang kerap muncul hanya terletak pada tingkat pengakuan fungsi akal untuk memahami wahyu serta tingkat iberalisasi interpretasi dari skripturalisas (kehafiahan) pembacaan atas teks. Pada fokus ini ilmu kalam dapat dibedakan dari filsafat maupun fikih. Ilmu kalam merupakan ilmu yang membahas segala sesuatu yang erhubungan dengan uluhiah, termasuk kalmullah.

C.      ILMU USHULUDDIN
“Ushul” : pokok, fondmen, prinsip, aqidah, peraturan.
“Aiddiin” : agama
Ushuluddin adalah pokok-pokok atau dasar-dasar agama.
Ilmu tauhid dapat pula dikatakan ilmu ushuluddin karena menguraikan pokok-pokok kepercayaan dalam agama islam.

D.      ILMU AQOID
1.         Bahasa : aqo’id adalah bentuk jamak dari aqidah yang bermakna pengikat yang kuat bersumber dari kata aqada, ya qidu dan aqdan.
2.         Istilah :
a.       Aqaid adalah perkara-perkara yang hati anda membernarkannya.
b.      Jiwa anda tentram karenanya
c.       Ia menjadikan rasa yakin pada diri anda tanpa tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.
Ilmu kalam juga disebut ilmu aqoid (ilmu ushuluddin) hal ini dapat dimengerti karena persoalan kepercayaan menjadi pokok ajaran agama itulah yang menjadi pokok pembicaraannya.

E.       ILMU TEOLOGI ISLAM
Teologi sama saja dengan ‘Iim al-kalam (secara harfiah ilmu perdebatan) menunjukan suatu disiplin pemikiran islam secara umum disebut sebagai teologi atau (bahkan kurang akurat) sebagai teologi skolastik. The discipline, which evolved frm the political and religious controversies that engulfed the Muslim community in its formative year, deals with interpretations of religious doctrine and the deference of these interpretation by means of discursive argument. Disiplim, berkembang dari kontroversi politik dan agama yang menelan komunitas Muslim dari formatif tahun, berhubungan dengan interpretasi ajaran agama dan pertahanan penafsiran ini dengan cara diskursif argumen.
Dalam arti umum teologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang kenyataan-kenyataan dan gejala-gejala agama yang juga membicarakan tentang hubungan manusia dengan Tuhannya, baik jalan penyelidikan atau pemikiran murni, atau dengan jalan wahyu.

Rabu, 29 Desember 2010

Prof. Abdurrahman Shihab

   nama lengkap beliau adalah M. QURAISH SHIHAB lahir pada tanggal 16 februari 1944 di RAPANG.sulawesi selatan berasal dari keturunan ARAB, Ayahnya Prof. Abdurrahman Shihab adalah seorang ulama dan guru besar dalam bidang tafsir dan dipandang sbg seorang ulama pengusaha dan politikus
Sebagai seorang yang berpikiran progresif, Abdurrahman percaya bahwa pendidikan adalah merupakan agen perubahan. Sikap dan pandangannya yang demikian maju itu dapat dilihat dari latar belakang pendidikannya, yaitu Jami’atul Khair, sebuah lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Murid-murid yang belajar di lembaga ini diajari tentang gagasan-gagasan pembaruan gerakan dan pemikiran Islam. Hal ini terjadi karena lembaga ini memiliki hubungan yang erat dengan sumber-sumber pembaruan di Timur Tengah seperti Hadramaut, Haramaian dan Mesir. Banyak guru-guru yang di¬datangkarn ke lembaga tersebut, di antaranya Syaikh Ahmad Soorkati yang berasal dari Sudan, Afrika. Sebagai putra dari seorang guru besar, Quraish Shihab mendapatkan motivasi awal dan benih kecintaan terhadap bidang studi tafsir dari ayahnya yang sering mengajak anak-anaknya duduk bersama setelah magrib. Pada saat-saat seperti inilahIndonesia bagian timur, pembantu pimpinan kepolisian Indonesia Timur dalam bidang pembinaan mental, dan sederetan jabatan lainnya di luar kampus. Di celah-celah kesibukannya ia masih sempat merampungkan beberapa tugas penelitian, antara lain Penerapan Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia (1975) dan Masalah Wakaf Sulawesi Selatan (1978).
Untuk mewujudkan cita-citanya, ia mendalami studi tafsir, pada 1980 Quraish Shihab kembali menuntut ilmu ke almamaternya, al-Azhar Cairo, mengambil spesialisasi dalam studi tafsir al-Qur'an. Ia hanya memerlukan waktu dua tahun untuk meraih gelar doktor dalam bidang ini. Disertasinya yang berjudul “Nazm ad-Durar li al-Untuk mewujudkan cita-citanya, ia mendalami studi tafsir, pada 1980 Quraish Shihab kembali menuntut ilmu ke almamaternya, al-Azhar Cairo, mengambil spesialisasi dalam studi tafsir al-Qur'an. Ia hanya memerlukan waktu dua tahun untuk meraih gelar doktor dalam bidang ini. Disertasinya yang berjudul “Nazm ad-Durar li al-

Selasa, 12 Oktober 2010

Salah satu manfaat Dzikir untuk menghindarkan kita dari gangguan setan dan jin
didalam aplikasinya setan dan jin tidak cuma menampakkan wajahnya yang serem, gede, dan beringas, atau tiba tiba muncul didalam kamar. akan tetapi setan atau jin juga dapat dimanfaat orang yang untuk mempegaruhi kita. misalnya gendam atau pelet.
gendam atau sirep itu sendiri dapat terjadi dengan memasukkan jin kedalam tubuh kita yang dilakukan dengan bantuan seseorang. caranya dengan memandang mata orang tersebut, ditepuk atau dengan memasukkan makanan kedalam tubuh kita , bersamaan dengan itu maka masuklah jin dalam tubuh ini, kita tidak dapat menguasai jasad kita, dan semua perilaku kita mengikuti perintah jin tersebut atau orang yang menguasai jin tersebut. bahayanya bila hal ini digunakan untuk keperluan jahat, ingin menguasai hartanya atau nafsu lainnya.
demikian juga dengan pelet.
dengan kita mengamalkan dzikir dengan baik, insya allah kita dapat terhindar dari malapetaka tersebut. semakin kita sering berlatih dzikir, sering mengamalkan dzikir kepada Allah swt. selalu ingat kepada-Nya, hati kita akan semakin kuat, tidak mudah tergoda oleh rayuan setan, tidak mudah untuk dimasukin roh atau jin. karena didalam hati kita selalu ada Allah. umpama sebuah batu, semakin sering kita berdzikir semakin keras batu itu, semakin keras batu itu semakin sulit untuk ditembus.
biasanya kita sedang jalan jalan atau pergi kepasar, kita melihat barang barang, menawar harga atau sedang santai. piliran bisa melayang layang, akan tetapi ingat, hati kita harus selalu ingat allah, hati kita selalu bersama allah. memang mulut kita menawar barang, tetapi hati kita terus berdzikir kepada allah. bagaimana melakukannya ?, terus berlatih untuk terus berdzikir, baik dzikir lisan atau dzikir hati ( dzikir dalam hati)
dari sebuah hadist diriwayatkan:
“sesungguhnya setan itu bertengger dalam hati anak Adam. jika ia lalai dan terlupa dari mengingat Allah, maka setan akan menggodanya. Namun, jika ia mengingat Allah maka setanpu akan lari tunggang langgang”.
dari hadist diatas dapat disimpulkan setan akan menggoda atau dapat masuk kedalam tubuh kita, bila kita sedang bengong, jalan tidak jelas arah, sedang linglung, hilang konsentrasi, yang intinya kita tidak sedang mengingat Allah, tidak sedang bersama Allah, dan tidak berjalan dengan ijin Allah dan tidak berniat melakukan sesuatu untuk mencari ridlo Allah.

 
Maha Suci Allah dengan segala firmanNya.. Allah telah memberi formula bagi manusia jalan menuju Surga atau Neraka..Tinggal kita yang dianugrahi kelebihan akal & pikiran ini, untuk memilah dan memilih mana yang akan membawa kita ke Surga atau Neraka. Renungkan ayat-ayat Al-Quran dalam surat Al-Balad [Surat 90:4-20] berikut, sungguh begitu jelas petunjuk itu.
[4] Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam keadaan susah payah.
[5] Apakah manusia mengira tidak ada sesuatupun yang berkuasa di atasnya?
[6] dia mengatakan:”aku telah menghabiskan harta yang banyak.”
[7] apakah dia mengira tidak ada sesuatupun yang melihatnya?
[8] bukankah Kami telah menjadikan untuknya sepasang mata?
[9] dan lidah dan sepasang bibir?
[10] dan Kami telah menunjukkan dua jalan [kebaikan dan kejahatan]
[11] tetapi dia tidak menempuh jalan yang mendaki dan sukar?
[12] dan tahukah kamu apakah jalan yang mendaki dan sukar itu?
[13] yaitu melepaskan hamba sahaya
[14] atau memberi makan pada hari terjadi kelaparan
[15] kepada anak yatim yang ada hubungan kerabat
[16] atau orang yang miskin yang sangat fakir
[17] kemudian ia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk kebaikan
[18] mereka orang-orang yang beriman dan saling berpesan itu adalah golongan kanan
[19] dan orang-orang yang tidak percaya ayat-ayat Kami mereka itu adalah golongan kiri
[20] mereka berada dalam neraka yang ditutup rapat.

Subhanaallah,
berapa banyak orang mengaku sebagai muslim? dan berapa lama mereka mengaku kitabnya adalah Al-Quran?
akan tetapi masih banyak muslim yang terperosok, melakukan kesalahan, tidak menghidupkan Al-Quran dalam hatinya dan kehidupannya. Entah lupa atau memang ingin melupakan segala aturan yang dirasa mengikat kebebasannya..
Yang sebenarnya aturan itu Allah berikan untuk keselamatan dan kebahagian manusia.
Hasilnya? Karena manusia tidak jua ‘manut’ terhadap aturan yang diberikan Allah, maka susahlah hidup manusia.
“Balaksyarahum Laa yakhkhiluun.. artinya .. dan kebanyakan mereka tidak memahaminya.” [Al-Ankabut:63]
“Wa laakinna aksyarannaasyi laa yukminuun.. artinya .. dan kebanyakan manusia tidak beriman.” [Hud:17]

Dunia yang akan ditinggalkan malah dikejarnya mati-matian sedang akherat yang menjadi tujuan akhir malah diabaikan.. Astaghfirullahaladzim.
Saudaraku, marilah terus memperbaiki diri, setiap saat..
Baca & fahami makna Al-Quran min 2x sehari,bangun tidur dan sebelum tidur..
Syukur-syukur jika di tengah kesibukan kita bekerja kita bisa membacanya meski hanya beberapa ayat.
Bangun tidur.. sebagai rasa syukur atas dihidupkannya kembali kita oleh Allah..
Sebelum tidur.. sebagai penutup hari kita,siapa tahu kita tidak dihidupkan lagi esok hari.
Wa’allahua’lam bishawab..